2011

Halaman

Lembar Pembebasan

Diberdayakan oleh Blogger.

Kemana Arah Pemberantasan Korupsi Indonesia

Diposting oleh LPPMD UNPAD Jumat, 17 Juni 2011

Oleh Haidar Adi Mulya

  Dalam laporan Transparency International (TI)  Indonesia menempati urutan ke 110 dari 178 negara. Indonesia masih kalah dari Rwanda, Serbia, Liberia dan Bosnia-Herzegovina  dan KOMPAS hari ini 16 juni 2011 memberitakan Indeks Persepsi Korupsi Republik Indonesia masih parah, hanya 2.8. (Skala Nilai 0 = terburuk 10= terbaik). Ini Sama dengan Republik IRAK, negri segala konflik. Rapot Merah kembali bagi Pemerintahan Indonesia saat ini. 
  Disisi hukum korupsi merupakan hal yang menjadi fokus pertama penegak hukum . dalam pergerakannya ada beberapa upaya hukum dalam pemberantasan korupsi seperti  MPR telah mengeluarkan Tap No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, yang ditindaklanjuti dengan keluarnya UU No 28/1999 tentang Pemberantasan KKN, UU No 30/2002 tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan UU No 17/ 2003 tentang Keuangan Negara. beberapa terobosan selalu dilakukan seperti pada era Presiden Habibie, seperti Inpres No.30/1998 tentang Pembentukan Komisi Pemeriksa Harta Pejabat, serta pembentukan badan baru lainnya.
Pada masa Presiden Abdurrahman Wahid juga dikeluarkan Keppres No 44/2000, dengan membentuk lembaga Ombudsman, yang mempunyai wewenang melakukan klarifikasi, monitoring atau pemeriksaan atas laporan masyarakat mengenai penyelenggaraan negara.serta pada jaman Megawati Soekarno Putri pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini  menjadi terobosan terobosan mengurangi tindak korupsi namun upaya dan terobosan ini masih menempatkan Indonesia dalam posisi rapot merah dalam penciptaan pemerintahan yang Good goverment dan Clean Goverment .
  Dalam bukunya B Soedarso (1969) menjadi curiga, bahwa KKN pada dasarnya bukan sekadar  hukum, melainkan bagian dari masalah kultural yang sudah mengakar di segala aspek. Dalam hal ini pemberantasan korupsi bukan semata-mata masalah teknis hukum, melainkan menyangkut aspek yang lebih luas, seperti masalah ketimpangan sosial, salah urus ekonomi, dan budaya korupsi. Karena itu, kendati perangkat hukum dan berbagai peraturan yang berkaitan dengan pemberantasan KKN sudah banyak mengalami perubahan, korupsi belum juga reda.Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Pernyataan "Bahwa dirinya menjadi Panglima terdepan dalam Pemberantasan Korupsi "menjadi Sorotan publik media dimana tingkat rapot pemberantasan korupsi masih merah ,  perubahan disegala aspek birokrasi pemerintahaanlah yang menjadi sorotan utama khususnya dibidang penegakan supermasi hukum menjadi fokus utama yang harus terus menerus dilakukan pemerintah saat ini disamping itu  juga membutuhkan langkah-langkah yang jelas dalam politik dan administrasi, dan redefinition of morality yang tak terlihat lagi
oleh karena itu Pemerintahan bersih akan dapat berjalan baik, manakala ada kejelasan tentang batasan terhadap penggunaan dan pelaksanaan kekuasaan dan otoritas itu.dari inilah perlu pemebenahan dari segi sturtural dan kelembagaan pemerintah yang mempunyai nilai nilai idealisme dan sumberdaya yang berkualitas  serta implikasinya terhadap the law of anticipatory reaction.


  Nilai kultur pancasila yang mengedepankan kepentingan bersama harus terus digali dan dijadikan pedoman dasar negara dalam pembentukan pemerintahan yang bersih serta pembangunan yang merata mempersempit ketimpangan ekonomi bukan hanya disektor makro namun mikro yang harus terus dibenahi  menjadi sasaran fokus lainya dari pemerintah .

Kekayaan Bangsa, Harusnya Milik Bangsa

Diposting oleh LPPMD UNPAD Sabtu, 02 April 2011

Zamrud khatulistiwa merupakan julukan untuk negara kaya akan sumber daya alam yang terletak di garis khatulistiwa, Indonesia. Indonesia memiliki potensi kekayaan alam yang kaya raya antara lain kekayaan hutan, perkebunan, kelautan, barang-barang tambang, migas dan sebagainya. Selain itu letaknya yang stategis, antara dua benua dan dua samudra, membuat Indonesia menjadi jalur lalu lintas dunia. Oleh karena itu, tidak jarang kita melihat investor asing yang membuka usaha di Indonesia mengambil keuntungan dengan memanfaatkan kekayaan alam tersebut.

            Berdasarkan laporan Energy Information Administration (EIA) Januari 2010, disebutkan selama tahun 2008 Indonesia memproduksi total minyak rata-rata sebesar 1,1 juta barel perhari dengan 81 persen (atau 894.000 barel) merupakan minyak mentah (crude oil). Sayangnya hampir 90 persen dari total produksi tersebut berasal dari perusahaan-perusahaan asing yang menguasai konsesi pengelolaan lapangan minyak dan gas bumi di Indonesia seperti Chevron, British Petroleum, TOTAL dan lain-lain.

Sampai saat ini, di Indonesia telah terdapat 137 konsesi pengelolaan lapangan minyak dan gas bumi (migas). Sebanyak 85,4 persen dimiliki oleh korporasi asing sedangkan perusahaan nasional hanya mendapat sisa jatahnya, yaitu sebesar 14,6 persen. Keleluasaan korporasi asing untuk mengeruk kekayaan alam Indonesia telah mendapat legitimasi dari Pemerintah Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan kelahiran UU Migas No.22 tahun 2001 dan UU No.25 tahun 2007 tentang penanaman modal memperluas kesempatan pihak asing untuk menguasai sektor pertambangan dan migas kita.

            Dengan banyaknya korporasi asing yang mengelola kekayaan kita, apakah bangsa kita ikut merasakan keuntungannya? Ternyata tidak begitu. Sebanyak 11,5 juta Rakyat Indonesia menderita busung lapar atau gizi buruk, 120 juta Rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan (versi Bank Dunia), serta hutang luar negeri Indonesia terus meningkat dari Rp.1.200 triliyun di tahun 2004 jadi Rp.1.600 triliyun di tahun 2009. 

Lebih ironis lagi, kasus kelaparan juga menimpa negeri ini hingga menewaskan 92 warga Yahukimo Papua, padahal tidak jauh dari sana berdiri perusahaan tambang asing besar, yaitu PT. Freeport Indonesia. Perusahaan tambang emas terbesar di Indonesia yang luasnya mencapai 906.514 hektar. Meskipun kasus ini masih diperdebatkan, kita akan mempertanyakan di mana perhatian PT. Freeport Indonesia hingga kasus tersebut bisa terjadi?

Perlukah menasionalisasikan perusahaan asing?

            Setelah mempertimbangkan kerugian yang dihasilkan korporasi asing dibandingkan keuntungannya, banyak masyarakat berpikir mengapa bukan kita yang mengelola kekayaan alam kita sendiri? Pertanyaan ini merupakan tantangan untuk pemerintah kita. Sebab untuk mengambil alih suatu perusahaan asing seperti yang dilakukan Venezuela dan Bolivia, resiko yang akan kita hadapi antara lain:

  1. Negara akan berhadapan dengan arbitrase Internasional dengan keputusan yang jelas akan mempermasalahkan pengambilalihan kepemilikan korporasi tersebut.

  1. Perekonomian akan terkena dampak turunan dari nasional sepihak tersebut mulai dari embargo, sanksi ekonomi, daftar hitam tempat investasi bahkan hingga serangan  militer.

  1. Negara harus bisa menyiapkan SDM yang kompeten serta teknologi-teknologi yang mutakhir untuk mengelola sumber daya tersebut.

Masalah nomor tiga sebenarnya dapat teratasi apabila perguruan-perguruan tinggi mampu mencetak kaum cendikiawan yang kompeten. Namun kurangnya apresiasi dari negara, menyebabkan para cendikiwan tersebut lebih memilih menjadi buruh di perusahaan asing dibandingkan menjadi bos di perusahaan nasional. Alasannya sederhana, upah yang lebih layak.

Yang harus kita lakukan

            Sejak bangku pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, kita selalu diajarkan mengenai Pancasila dan Kewarganegaraan. Tujuan diterapkan pelajaran itu adalah agar semua masyarakat Indonesia bisa menerapkan nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila di kehidupan sehari-harinya. Akan tetapi sampai saat ini penerapannya secara menyeluruh dalam kehidupan sehari-hari masih jauh panggang dari api. Penyimpangan masih saja terjadi baik berkaitan dengan perilaku individu ataupun kelompok.

Apabila nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Kewarganegaraan sudah meresap dalam jiwa setiap anak bangsa, maka tentu kita tidak akan menjumpai lagi kontrak kerja sama atau paket perundang-undangan yang melegalkan pihak asing menjarah kekayaan kita dan membuat rakyat kecil menderita.

  Selain itu cendikiawan-cendikiawan qualified akan terciptanya,  yakni cendikiawan yang mau mengabdi pada bangsa dan negara, membangun serta mengembangkan Indonesia tanpa pamrih. Hingga suatu saat nanti tercipta Negara Indonesia yang sejahtera dan mandiri dengan dapat mengelola kekayaan alamnya sendiri.

( dari berbagai sumber ) 

Pegantar filsafat

Diposting oleh LPPMD UNPAD Rabu, 12 Januari 2011


Oleh: Fahmi Syarifuddin
Bicara soal manusia dan kehidupan tidak akan terlepas dari sesuatu yang mendasar dan filosofis. Sesuatu yang menjadi pencarian tanpa henti mengenai makna dan hakikat hidup. Filsafat dalam hal ini menjadi ujung tombak dari proses ini. Namun kita sering dibingungkan dengan apa itu fiksafat sendiri. Dalam mengenal filsafat, kita mungkin tidak akan lepas dari sebuah pertanyaan klasik tentang ”apa itu filsafat?”. Namun agak sulit untuk menjawab pertanyaan ini, dan bahkan para filsuf –orang yang fokus mempelajari filsafat- pun meng-amini bahwa untuk menjawab “apa itu filsafat?” itu tidak bias dijawab secara singkat. Tapi pada kenyataannya ketika kita mengajukan pertanyaan tentang “apa itu filsafat?” sebenarnya kita sedang berfilsafat. Kita mencoba mengajukan pertanyaan tentang apa  yang kita ingin ketahui dan mencari-cari apa jawaban sebenarnya. Maka berdasarkan pernyataan di atas bahwa kita bertanya dan kita berfilsafat berarti menunjukkan bahwa pertama-tama filsafat adalah sikap; sikap skeptis yang selalu bertanya dan mempertanyakan sesuatu. Dari sikap tersebut akan secara otomatis membuat pikiran kita terbuka dan mempunyai pola pikir radikal atau mendalam (radix=akar). Sehingga yang kedua tentang filsafat adalah pola pikir atau cara befikir. Pola pikir terbuka yang berani bertanya dan mempertanyakan kembali apa yang selama ini kita ketahui, kita fahami, dan kita yakini. Tetapi secara harfiah, filsafat berasal dari bahasa yunani yaitu philosophia  ini merupakan kata majemuk yang terdiri dari philia=cinta dan sophia=kebijaksaan. Jadi yang ketiga kita bisa artika bahwa filsafat itu adalah suatu kecintaan terhadap kebijaksaan.      
Jadi ketika kita merangkum ketiga hal tersebut, filsafat secara umum berarti sebuah sikap skeptis yang dihidupi dan dihayati secara terus menerus oleh pola pikir terbuka dan mendalam demi sebuah pencarian akan nilai kebijasanaan
Sejarah Filsafat
Umur filsafat hampir dipastikan sama dengan umur manusia, ini karena filsafat sendiri berasal dai pencarian manusia dan lahir dari pikiran manusia. Namun menurut sejarah yang tercatat bahwa Thales lah filsuf pertama yang menerangkan tentang filsafat alam. Thales (624 SM – 545 SM) dari Miletos,mengungkapkan bahwa “semua barang terjadi dari air dan semuanya kembali lagi kepada air.” Tetapi dunia mengenal tokoh yang paling berpengaruh dalam filsafat hingga kini, adalah Socrates (470 SM – 399 SM) filusuf dari Athena, Yunani dan merupakan salah satu figur tradisi filosofis Barat yang paling penting. Socrates lahir di Athena, dan merupakan generasi pertama dari tiga ahli filsafat besar dari Yunani, yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles. Sehingga dalam pemababakn filsafat (terutama filsafat barat), dikenal dengan pembabakan filsafat pra Socrates dan pasca Socrates. Ini karena Socrates dianggap telah mengotori tradisi filsafat saat itu yang selama itu jalan di tempat. Mengapa demikian? Karena trernyata mereka melakukan “kesalahan” dengan memperlakukan filsafat sebagai upaya pencarian rasional (penalaran). Diperkenalkan analisis beserta argument-argumen yang meyakinkan telah membuat tradisi filsafat saat itu menjadi berantakan. Sedangkan pada masa pasca Socrates sendiri filasafat dibedakan menjadi beberapa masa. Pertama masa filsafat abad pertengahan yang mengintegrasikan filsafat dengan keimanan Kristen. Kedua masa filsafat pencerahan yang muncul ketika jaman Renaissance, masa filsafat ini juga bisa dikatakn sebagai sebagai masa filsafat modern. Yang ketiga masa filsafat postmodern atau pasca modern, masa filsafat ini terjadi pada saat ini. Ditandai dengan semakin kompleksnya interaksi hidup antara msyarakat dunia, globalisasi, dan semakin hilangnya sekat wilayah oleh arus informasi yang kencang.
Cabang Pemikiran Filsafat
Dalam filsafat dasar, secara garis besar terdapat tiga cabang filsafat yang membedah soal hidup dan kehidupan. Folsafat Ontologi, Epistemologi, dan Auksiologi.
Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu, bagaimana wujud hakikinya, serta bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia yang berupa berpikir, merasa, dan meng-indera yang membuahkan pengetahuan. Objek telaah Ontologi tersebut adalah yang tidak terlihat pada satu perwujudan tertentu (metafisik), yang membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya.
Objek telaah epistemologi adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang dan bagaimana mengetahuinya, bagaimana membedakan dengan yang lain. Jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu tentang sesuatu hal. Landasan epistemologi adalah proses apa yang memungkinkan mendapatkan pengetahuan logika, etika, estetika, bagaimana cara dan prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, serta apa definisinya.
Aksiologi adalah filsafat nilai. Aspek nilai ini ada kaitannya dengan kategori: (1) baik dan buruk; serta (2) indah dan jelek. Kategori nilai yang pertama di bawah kajian filsafat tingkah laku atau disebut etika, sedang kategori kedua merupakan objek kajian filsafat keindahan atau estetika.
Filsafat, Ilmu Pengetahuan dan Sistem Keyakinan
Bicara soal filsafat tentunya tidak jauh dengan yang namanya Ilmu Pengetahuan dan sistem keyakinan/agama. Karena diantara ketiganya ini tentu saling berkaitan. Pertama, bicara soal filsafat dan ilmu pengetahuan. Filsafat selama ini dikenal sebagai ibu kandung dari ilmu pengetahuan. Ini Karena filsafat yang bersifat skeptis dan selalu mempertanyakan suatu hal tentunya berdampak pada pengetahuan manusia. Dimana pengetahuan itu sendiri bisa diaartikan sebagai keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang kehidupann dan segala isisnya, termasuk manusia dan kehidupan mnusia itu sendiri. Kemudian pengetahuan manusia itu sendiri terakumulasi menjadi ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan adalah keseluruhan sistem pengetahuan yang telah dibakukan secara sistematis.
Dalam perjalan sejarah ilmu pengetahuan, dia banyak dipengaruhi oleh trend filsafat pada masanya.  Seperti pada era modern, ketika trend filsafat ketika jaman modern yang bercorak empiris dan materialis, maka yang berkembang adalah ilmu-ilmu sains modern yang selalu mengedepankan fakta dan data penelitian.
Begitupun kaitan filsafat dengan sistem keyakinan/agama. Dalam perkembangan sistem keyakinan, biasanya pun dipengaruhi oelh filsafat, begitupun sebaliknya. Filsafat juga memiliki trend sesuai dengan perkembangan sistem keyakinan. Seperti contoh pada abad pertengahan yang ketika itu begitu kuat dengan iman Kristen, filsafat abad pertengahan ketika itu cenderung untuk memperkokoh iman kekristenan.
Jika kau mebakukan diri dalam suatu kredo dan keyakinan yang kaku, niscaya kebenaran akan menjauhimu. (f. syarifuddin)

LAWAN..

Diposting oleh LPPMD UNPAD

LAWAN..
LAWAN..
LAWAN HANCURKAN !!!

teriak seorang yang sedang gelisah hatinya
meneriakkan protes keras pada penguasa

sedangkan di sudut lain :
SAUDARA-SAUDARA,
MARI KITA TINGKATKAN PRODUKTIFITAS KITA
DEMI MEMBANGUN BANGSA DAN NEGARA INI

seru sang penguasa di anjungan mimbar
menghimbau rakyatnya agar melaksanakan wejangannya


dua kondisi yang berbeda, tapi intinya sama.
ya, teriakan ataupun seruan itu hanyalah sebuah bahasa kekuasaan
yang terucap oleh subjek yang menginginkan kekuasaan atas sesuatu.
bahasa kekuasaan yang terucap dari mulut mereka
seolah mengandung kebenaran, kemanusiaan, ataupun heroisme.
hingga tubuh kita mau untuk tergerak melaksanakan kata-kata itu.
maka suara-suara tersebut tidak lain adalah upaya untuk menguasai kita.

hubungan timbal balik antara subjek dan objek melalui rajutan kata-kata
tidak lain adalah hubungan kekuasaan antara mereka berdua
kekuasaan tidak hanya lahir dari keinginan subjek
tapi juga terkandung dalam objek itu sendiri
serta komunikasi/interaksi antara subjek dan objek

kritik terhadap kekuasaan yang menjadi counter dari hal di atas
pun tidak lain adalah kekuasaan baru yang lahir dari dialektika pemikiran
oleh karena itu diperlukan diperlukan komunikasi yang sehat dan berimbang
antara komunikator dan komunikan.
agar pergulatan yang sehat antara berbagai macam kekuasaan
mengeluarkan sebuah kesepahaman bersam

PENDIDIKAN DALAM BINGKAI KEMERDEKAAN

Diposting oleh LPPMD UNPAD

Oleh: Fahmi Syarifuddin*

            Tujuh belas Agustus tahun 1945 adalah hari ketika bangsa Indonesia meraih kemerdekaanya setelah sekian lama terbelenggu oleh imperialisme yang terus-menerus mengekang kebebasan. Tiga setengah abad bangsa ini tak mampu untuk memegang kendali penuh atas daulatnya sendiri. Sejarah mencatat bahwa setidaknya ada empat bangsa asing yang pernah menjajah bangsa ini. Namun biarpun bangsa kita mengalami pergatian penjajah, itu ternyata tidak membuat bangsa ini semakin maju dan berkembang. Ini terbukti dari fakta sejarah bahwasannya rakyat pribumi dibiarkan bodoh dan terbelakang.
Setelah masa tiga setengah abad itu akhirnya bangsa ini menemukan titik terang dari permasalahan yang turun temurun ini. Muncul orang-orang terpelajar yang mampu menjadi motor penggerak bagi usaha kemerdekaan bangsa Indonesia. Mereka para kaum terpelajar sadar akan perannya sebagai garda depan perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Sejarah membuktikan bahwa Soekarno dkk lewat BPUPKI dan PPKI ternyata mampu membawa bangsa ini ke pintu gerbang kemerdekaan Indonesia, sehingga kita semua ingat bahwa tanggal tujuh belas Agustus 1945 adalah hari kemerdekaan kita.
            Orang-orang terpelajar itu membuktikan bahwa peran pendidikan dalam menentukan arah gerak peradaban sebuah bangsa itu sangatlah penting. Di peradaban-peradaban manusia selalu ditopang oleh pendidikan, dimana pendidikan adalah ujung tombak bagi perkembangan peradaban sebuah bangsa. Karya-karya peradaban manusia itu selalu merupakan output dari proses pendidikan, seperti: ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, sains, dan teori-teori social. Sebuah contoh dari peran pendidikan pada sebuah peradaban bangsa adalah pada saat terjadi revolusi industri yang terjadi di Inggris pada akhir abad 18 dan awal abad 19. Revolusi industri ini diakibatkan dari lompatan teknologi yang terjadi. Ketika itu mesin uap yang diperkenalkan oleh James Watt akhirnya mampu menggantikan teknologi kuno yang biasa memakai tenaga-tenaga makhluk hidup untuk menjalankan dan mengerjakan proses-proses produksi. Sebenarnya faktor-faktor yang melatar belakangi terjadinya Revolusi Industri adalah terjadinya revolusi ilmu pengetahuan pada abad ke 16 dengan munculnya para ilmuwan seperti Francis Bacon, Rene Decartes, Galileo Galilei serta adanya pengembangan riset dan penelitian dengan pendirian lembaga riset. Dan hasil dari revolusi industri yang terjadi di Inggris pada akhir abad 18 dan awal abad 19 itu dapkanya masih bisa kita rasakan hingga kini, yaitu kita kini tahu tentang ilmu-ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan dari ilmu tersebut. Contoh pada revolusi industri ini mebuktikan bahwa pendidikan memegang peran sentral bagi perkembangan peradaban sebuah bangsa bahkan perkembangan peradaban manusia secara luas. Dan hal inilah yang telah dibuktikan oleh parafounding fathers bangsa kita dimana ia mampu untuk memerdekakan bangsanya dan meletakkan sebuah cita-cita luhur bagi bangsa ini di awal berdirinya bangsa ini.
            Namun ketika kita beribicara soal kemerdekaan yang digawangi oleh kaum-kaum terpelajar itu tentunya kita tidak akan lepas dari cita-cita kemerdekaan itu. Seperti yang disebutkan dalam pemukaan UUD 45’ bahwa kemerdekaan itu bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehipan bangsa, dan untuk memajukan kesejahteraan umum sata berperan dalam perdamaian dunia. Dan ketika kita refleksikan cita-cita itu ke kondisi Indonesia saat ini, tentunya kita akan banyak mendapatkan kecewaan. Permasalahan-permasalahan klasik seperti kemiskinan, pengangguran, kelaparan, dan korupsi masih menghantui bangsa ini. Proses panjang selama hampir enam puluah lima tahun Indonesia merdeka ternyata masih belum mampu untuk menanggulangi permasalahan itu dan masih belum mampu pula mewujudkan cita-cita bangsa. Hal itu terbukti ketika kita mendengar permasalahan seperti kasus bank century, mafia kasus, kenaikan harga sembako, tabung gas yang sering meledak, kelaparan, kenaikan TDL, dan biaya pendidikan yang tinggi. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sekarang dinilai kurang sigap dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan tadi, dan cenderung pasif dalam menyikapinya. Ketika ada banyak nyawa melayang akibat dari ledakan tabung gas, pemerintah tidak segera menangani itu bahkan cenderung membiarkan rakyanya terbunuh oleh tabung-tabung gas. Kasus bank century pun dibiarkan mengambang begitu saja, tak jelas arah penyelesaiannya kemana. Kenaikan harga sembako yang sedang marak sekarang juga hanya disikapi dalam tangan yang dingin dan enggan bergerak untuk segera meringkus harga-harga yang terus naik itu. Tapi hal ini malah diperparah oleh para intelektual-intelektual dan lembaga pendidikan yang menaunginya yang bersikap dingin dan acuh tak acuh. Mereka hanya sibuk dengan laboratorium, perpustakaan, ruang kelas, penelitian, dan segudang teori using yang hanya mengawang-awang jauh dari rakyat.
            Pendidikan Indonesia ternyata tidak mampu berbuat banyak pada bangsa ini. Lembaga pendidikan yang harusnya dekat dengan permasalahan rakyat ternyata membatasi dirinya hanya pada ukuran-ukuran formal pada dunia pendidikan kita. Begitu banyak sekolah, beigtu banyak unveristas dan institute yang ada di Indonesia. Tapi mengapa dengan begitu banyaknya kuantitas lembaga pendidikan di Indonesia itu malah masih belum mampu mejadi motor penggerak peradaban? Peran pendidikan di Indonesia kini diredusir hanya untuk mencetak lulusan terbaik yang siap unutk menjadi tenaga kerja handalyang siap untuk bersaing. Bukan malah mempersiapkan segudang senjata guna melawan kemiskinan, kelaparan, korupsi, dan permasalahan bangsa yang lain. Menurut salah satu filsuf pendidikan, Paulo Freire mengatakan bahwa pendidikan yang seperti ini itu mirip dengan gaya yang dilakukan oleh bank dimana para subjek pendidikan hanya ditransfer pengetahuan tanpa dituntun untuk memahami realitas sekitarnya.
            Pemahaman tentang pendidikan di Indonesia pun masih salah kaprah. Rakyat menganggap bahwa pendidikan itu hanya ada di sekolah/lembaga pendidikan, bukannya pada lingkungan masyarakat itu sendiri. Ini juga diperparah lagi dengan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pendidikan itu hanya terfokus pada lembaga pendidikan saja. Hal ini membuat pendidikan menjadi ekslusif, dan cenderung terbatas. apalagi jika biaya pendidikan itu mahal dan susah dijangkau, otomatis ini membuat orang miskin tidak bisa sekolah. Dan ternyata ini terbukti bahwa biaya pendidikan di Indonesia semakin hari semakin mahal yang tentunya makin mempersulit orang miskin untuk mengenyam pendidikan.
             Pendidikan itu harus partisipatif, terbuka, dan mudah diakses. Yaitu pertama, pendidikan itu harus pertisipatif yaitu pendidikan itu harus ikut berpartisipasi dalam kehidupan rakyat dan rakyat pun harus ikut berpartisipasi dalam proses pendidikan. Pendidikan harus dipandang sebagai sebuah proses yang memajukan dan mampu menyelesaikan permasalahan rakyat dan tidak malah terjebak pada formalitas sebuah lembaga pendidikan. Benteng pemisah antara intelektual dan lembaga pendidikan dengan rakyat, harus segera dihancurkan. Agar memang pendidikan mendapatkan rohnya kembali yaitu sebagai ujung tombak proses peradaban manusia. Kedua, pendidikan itu haruslah terbuka yaitu pendidikan tidak boleh lagi di eksklusifkan dalam sebuah lembaga pendidikan formal. Tetapi pendidikan haruslah dipahami bukan hanya ada pada lembaga pendidikan formal. Tetapi pendidikan itu berasal dari rakyat itu sendiri dimana rakyatlah yang memiliki pendidikan. Gencarkan sector pendidikan informal dan non formal agar pendidikan ini dekat dengan rakyat. Yang ke tiga pendidikan haruslah mudah diakses. Melihat realita bahwa biaya pendidikan semakin mahal dan tak terjangkau oleh rakyat miskin maka perlu ada suatau kemudahan dalam mengakses pendidikan. maka dari ketiga hal tersebut itulah sebuah konsep pendidikan yang memang mampu berperan sebagaimana mestinya dalam mengawal kemerdekaan bangsa ini. Tak ada kemerdekaan hakiki dalam sebuah bangsa ketika proses-proses pendidikan dalam bangsa tersebut dipasung dan dibiaskan.

*penulis adalah mahasiswa fakultas MIPA Universitas Padjadjaran