Oleh Haidar Adi Mulya
Dalam laporan Transparency International (TI) Indonesia menempati urutan ke 110 dari 178 negara. Indonesia masih kalah dari Rwanda, Serbia, Liberia dan Bosnia-Herzegovina dan KOMPAS hari ini 16 juni 2011 memberitakan Indeks Persepsi Korupsi Republik Indonesia masih parah, hanya 2.8. (Skala Nilai 0 = terburuk 10= terbaik). Ini Sama dengan Republik IRAK, negri segala konflik. Rapot Merah kembali bagi Pemerintahan Indonesia saat ini.
Disisi hukum korupsi merupakan hal yang menjadi fokus pertama penegak hukum . dalam pergerakannya ada beberapa upaya hukum dalam pemberantasan korupsi seperti MPR telah mengeluarkan Tap No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, yang ditindaklanjuti dengan keluarnya UU No 28/1999 tentang Pemberantasan KKN, UU No 30/2002 tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan UU No 17/ 2003 tentang Keuangan Negara. beberapa terobosan selalu dilakukan seperti pada era Presiden Habibie, seperti Inpres No.30/1998 tentang Pembentukan Komisi Pemeriksa Harta Pejabat, serta pembentukan badan baru lainnya.
Pada masa Presiden Abdurrahman Wahid juga dikeluarkan Keppres No 44/2000, dengan membentuk lembaga Ombudsman, yang mempunyai wewenang melakukan klarifikasi, monitoring atau pemeriksaan atas laporan masyarakat mengenai penyelenggaraan negara.serta pada jaman Megawati Soekarno Putri pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini menjadi terobosan terobosan mengurangi tindak korupsi namun upaya dan terobosan ini masih menempatkan Indonesia dalam posisi rapot merah dalam penciptaan pemerintahan yang Good goverment dan Clean Goverment .
Dalam bukunya B Soedarso (1969) menjadi curiga, bahwa KKN pada dasarnya bukan sekadar hukum, melainkan bagian dari masalah kultural yang sudah mengakar di segala aspek. Dalam hal ini pemberantasan korupsi bukan semata-mata masalah teknis hukum, melainkan menyangkut aspek yang lebih luas, seperti masalah ketimpangan sosial, salah urus ekonomi, dan budaya korupsi. Karena itu, kendati perangkat hukum dan berbagai peraturan yang berkaitan dengan pemberantasan KKN sudah banyak mengalami perubahan, korupsi belum juga reda.Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Pernyataan "Bahwa dirinya menjadi Panglima terdepan dalam Pemberantasan Korupsi "menjadi Sorotan publik media dimana tingkat rapot pemberantasan korupsi masih merah , perubahan disegala aspek birokrasi pemerintahaanlah yang menjadi sorotan utama khususnya dibidang penegakan supermasi hukum menjadi fokus utama yang harus terus menerus dilakukan pemerintah saat ini disamping itu juga membutuhkan langkah-langkah yang jelas dalam politik dan administrasi, dan redefinition of morality yang tak terlihat lagi
oleh karena itu Pemerintahan bersih akan dapat berjalan baik, manakala ada kejelasan tentang batasan terhadap penggunaan dan pelaksanaan kekuasaan dan otoritas itu.dari inilah perlu pemebenahan dari segi sturtural dan kelembagaan pemerintah yang mempunyai nilai nilai idealisme dan sumberdaya yang berkualitas serta implikasinya terhadap the law of anticipatory reaction.
LAWAN..
LAWAN..
LAWAN HANCURKAN !!!
teriak seorang yang sedang gelisah hatinya
meneriakkan protes keras pada penguasa
sedangkan di sudut lain :
SAUDARA-SAUDARA,
MARI KITA TINGKATKAN PRODUKTIFITAS KITA
DEMI MEMBANGUN BANGSA DAN NEGARA INI
seru sang penguasa di anjungan mimbar
menghimbau rakyatnya agar melaksanakan wejangannya
dua kondisi yang berbeda, tapi intinya sama.
ya, teriakan ataupun seruan itu hanyalah sebuah bahasa kekuasaan
yang terucap oleh subjek yang menginginkan kekuasaan atas sesuatu.
bahasa kekuasaan yang terucap dari mulut mereka
seolah mengandung kebenaran, kemanusiaan, ataupun heroisme.
hingga tubuh kita mau untuk tergerak melaksanakan kata-kata itu.
maka suara-suara tersebut tidak lain adalah upaya untuk menguasai kita.
hubungan timbal balik antara subjek dan objek melalui rajutan kata-kata
tidak lain adalah hubungan kekuasaan antara mereka berdua
kekuasaan tidak hanya lahir dari keinginan subjek
tapi juga terkandung dalam objek itu sendiri
serta komunikasi/interaksi antara subjek dan objek
kritik terhadap kekuasaan yang menjadi counter dari hal di atas
pun tidak lain adalah kekuasaan baru yang lahir dari dialektika pemikiran
oleh karena itu diperlukan diperlukan komunikasi yang sehat dan berimbang
antara komunikator dan komunikan.
agar pergulatan yang sehat antara berbagai macam kekuasaan
mengeluarkan sebuah kesepahaman bersam
Oleh: Fahmi Syarifuddin*
Tujuh belas Agustus tahun 1945 adalah hari ketika bangsa Indonesia meraih kemerdekaanya setelah sekian lama terbelenggu oleh imperialisme yang terus-menerus mengekang kebebasan. Tiga setengah abad bangsa ini tak mampu untuk memegang kendali penuh atas daulatnya sendiri. Sejarah mencatat bahwa setidaknya ada empat bangsa asing yang pernah menjajah bangsa ini. Namun biarpun bangsa kita mengalami pergatian penjajah, itu ternyata tidak membuat bangsa ini semakin maju dan berkembang. Ini terbukti dari fakta sejarah bahwasannya rakyat pribumi dibiarkan bodoh dan terbelakang.
Setelah masa tiga setengah abad itu akhirnya bangsa ini menemukan titik terang dari permasalahan yang turun temurun ini. Muncul orang-orang terpelajar yang mampu menjadi motor penggerak bagi usaha kemerdekaan bangsa Indonesia. Mereka para kaum terpelajar sadar akan perannya sebagai garda depan perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Sejarah membuktikan bahwa Soekarno dkk lewat BPUPKI dan PPKI ternyata mampu membawa bangsa ini ke pintu gerbang kemerdekaan Indonesia, sehingga kita semua ingat bahwa tanggal tujuh belas Agustus 1945 adalah hari kemerdekaan kita.
Orang-orang terpelajar itu membuktikan bahwa peran pendidikan dalam menentukan arah gerak peradaban sebuah bangsa itu sangatlah penting. Di peradaban-peradaban manusia selalu ditopang oleh pendidikan, dimana pendidikan adalah ujung tombak bagi perkembangan peradaban sebuah bangsa. Karya-karya peradaban manusia itu selalu merupakan output dari proses pendidikan, seperti: ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, sains, dan teori-teori social. Sebuah contoh dari peran pendidikan pada sebuah peradaban bangsa adalah pada saat terjadi revolusi industri yang terjadi di Inggris pada akhir abad 18 dan awal abad 19. Revolusi industri ini diakibatkan dari lompatan teknologi yang terjadi. Ketika itu mesin uap yang diperkenalkan oleh James Watt akhirnya mampu menggantikan teknologi kuno yang biasa memakai tenaga-tenaga makhluk hidup untuk menjalankan dan mengerjakan proses-proses produksi. Sebenarnya faktor-faktor yang melatar belakangi terjadinya Revolusi Industri adalah terjadinya revolusi ilmu pengetahuan pada abad ke 16 dengan munculnya para ilmuwan seperti Francis Bacon, Rene Decartes, Galileo Galilei serta adanya pengembangan riset dan penelitian dengan pendirian lembaga riset. Dan hasil dari revolusi industri yang terjadi di Inggris pada akhir abad 18 dan awal abad 19 itu dapkanya masih bisa kita rasakan hingga kini, yaitu kita kini tahu tentang ilmu-ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan dari ilmu tersebut. Contoh pada revolusi industri ini mebuktikan bahwa pendidikan memegang peran sentral bagi perkembangan peradaban sebuah bangsa bahkan perkembangan peradaban manusia secara luas. Dan hal inilah yang telah dibuktikan oleh parafounding fathers bangsa kita dimana ia mampu untuk memerdekakan bangsanya dan meletakkan sebuah cita-cita luhur bagi bangsa ini di awal berdirinya bangsa ini.
Namun ketika kita beribicara soal kemerdekaan yang digawangi oleh kaum-kaum terpelajar itu tentunya kita tidak akan lepas dari cita-cita kemerdekaan itu. Seperti yang disebutkan dalam pemukaan UUD 45’ bahwa kemerdekaan itu bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehipan bangsa, dan untuk memajukan kesejahteraan umum sata berperan dalam perdamaian dunia. Dan ketika kita refleksikan cita-cita itu ke kondisi Indonesia saat ini, tentunya kita akan banyak mendapatkan kecewaan. Permasalahan-permasalahan klasik seperti kemiskinan, pengangguran, kelaparan, dan korupsi masih menghantui bangsa ini. Proses panjang selama hampir enam puluah lima tahun Indonesia merdeka ternyata masih belum mampu untuk menanggulangi permasalahan itu dan masih belum mampu pula mewujudkan cita-cita bangsa. Hal itu terbukti ketika kita mendengar permasalahan seperti kasus bank century, mafia kasus, kenaikan harga sembako, tabung gas yang sering meledak, kelaparan, kenaikan TDL, dan biaya pendidikan yang tinggi. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sekarang dinilai kurang sigap dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan tadi, dan cenderung pasif dalam menyikapinya. Ketika ada banyak nyawa melayang akibat dari ledakan tabung gas, pemerintah tidak segera menangani itu bahkan cenderung membiarkan rakyanya terbunuh oleh tabung-tabung gas. Kasus bank century pun dibiarkan mengambang begitu saja, tak jelas arah penyelesaiannya kemana. Kenaikan harga sembako yang sedang marak sekarang juga hanya disikapi dalam tangan yang dingin dan enggan bergerak untuk segera meringkus harga-harga yang terus naik itu. Tapi hal ini malah diperparah oleh para intelektual-intelektual dan lembaga pendidikan yang menaunginya yang bersikap dingin dan acuh tak acuh. Mereka hanya sibuk dengan laboratorium, perpustakaan, ruang kelas, penelitian, dan segudang teori using yang hanya mengawang-awang jauh dari rakyat.
Pendidikan Indonesia ternyata tidak mampu berbuat banyak pada bangsa ini. Lembaga pendidikan yang harusnya dekat dengan permasalahan rakyat ternyata membatasi dirinya hanya pada ukuran-ukuran formal pada dunia pendidikan kita. Begitu banyak sekolah, beigtu banyak unveristas dan institute yang ada di Indonesia. Tapi mengapa dengan begitu banyaknya kuantitas lembaga pendidikan di Indonesia itu malah masih belum mampu mejadi motor penggerak peradaban? Peran pendidikan di Indonesia kini diredusir hanya untuk mencetak lulusan terbaik yang siap unutk menjadi tenaga kerja handalyang siap untuk bersaing. Bukan malah mempersiapkan segudang senjata guna melawan kemiskinan, kelaparan, korupsi, dan permasalahan bangsa yang lain. Menurut salah satu filsuf pendidikan, Paulo Freire mengatakan bahwa pendidikan yang seperti ini itu mirip dengan gaya yang dilakukan oleh bank dimana para subjek pendidikan hanya ditransfer pengetahuan tanpa dituntun untuk memahami realitas sekitarnya.
Pemahaman tentang pendidikan di Indonesia pun masih salah kaprah. Rakyat menganggap bahwa pendidikan itu hanya ada di sekolah/lembaga pendidikan, bukannya pada lingkungan masyarakat itu sendiri. Ini juga diperparah lagi dengan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pendidikan itu hanya terfokus pada lembaga pendidikan saja. Hal ini membuat pendidikan menjadi ekslusif, dan cenderung terbatas. apalagi jika biaya pendidikan itu mahal dan susah dijangkau, otomatis ini membuat orang miskin tidak bisa sekolah. Dan ternyata ini terbukti bahwa biaya pendidikan di Indonesia semakin hari semakin mahal yang tentunya makin mempersulit orang miskin untuk mengenyam pendidikan.
Pendidikan itu harus partisipatif, terbuka, dan mudah diakses. Yaitu pertama, pendidikan itu harus pertisipatif yaitu pendidikan itu harus ikut berpartisipasi dalam kehidupan rakyat dan rakyat pun harus ikut berpartisipasi dalam proses pendidikan. Pendidikan harus dipandang sebagai sebuah proses yang memajukan dan mampu menyelesaikan permasalahan rakyat dan tidak malah terjebak pada formalitas sebuah lembaga pendidikan. Benteng pemisah antara intelektual dan lembaga pendidikan dengan rakyat, harus segera dihancurkan. Agar memang pendidikan mendapatkan rohnya kembali yaitu sebagai ujung tombak proses peradaban manusia. Kedua, pendidikan itu haruslah terbuka yaitu pendidikan tidak boleh lagi di eksklusifkan dalam sebuah lembaga pendidikan formal. Tetapi pendidikan haruslah dipahami bukan hanya ada pada lembaga pendidikan formal. Tetapi pendidikan itu berasal dari rakyat itu sendiri dimana rakyatlah yang memiliki pendidikan. Gencarkan sector pendidikan informal dan non formal agar pendidikan ini dekat dengan rakyat. Yang ke tiga pendidikan haruslah mudah diakses. Melihat realita bahwa biaya pendidikan semakin mahal dan tak terjangkau oleh rakyat miskin maka perlu ada suatau kemudahan dalam mengakses pendidikan. maka dari ketiga hal tersebut itulah sebuah konsep pendidikan yang memang mampu berperan sebagaimana mestinya dalam mengawal kemerdekaan bangsa ini. Tak ada kemerdekaan hakiki dalam sebuah bangsa ketika proses-proses pendidikan dalam bangsa tersebut dipasung dan dibiaskan.
*penulis adalah mahasiswa fakultas MIPA Universitas Padjadjaran
Aboout Me
- LPPMD UNPAD
- LPPMD didirikan pada 16 Maret 1999 sebagai representasi ketidakpuasan mahasiswa terhadap realitas sosial yang menghasilkan ketidakadilan dan penindasan terhadap rakyat. Melalui kajian-kajian sosial yang bersifat kritis pada masalah demokrasi dan kerakyatan di lingkungan Unpad dan masyarakat, LPPMD memfasilitasi penguatan wacana dan peningkatan sumber daya manusia di kampus Universitas Padjadjaran demi tegaknya hak-hak rakyat. Aktivitas LPPMD adalah melakukan kajian tentang sosial kemasyarakatan, pengabdian terhadap masyarakat kampus, serta penyebaran nilai-nilai melalui penerbitan Aufklarung, Propaganda, dan Jurnal Dialektika.